Minggu, 27 April 2014

Laporan Uji Toksikologi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   LATAR BELAKANG
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal serta menggunakan obat-obatan alami atau yang dikenal dengan obat tradisional. Obat tradisional lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain telah akrab dengan masyarakat, obat ini lebih murah dan mudah didapat (Hyeronimus SB, 2006). Terdapat berbagai macam obat tradisional yang berasal dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiat yang berada di dalamnya. Namun masih banyak tanaman yang belum diketahui kadar toksisitasnya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Agus D, 2008).
Keharusan adanya data uji farmakologi, uji toksisitas, dan uji klinis sudah mulai diberlakukan dengan keluarnya UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan agar obat tradisional lebih mampu bersaing dengan obat modern dan secara medik lebih dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya (uji farmakologi dan uji toksisitas).
Uji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat, maupun bahan yang dipakai sebagai suplemen ataupun makanan. Hal juga untuk  melindungi masyarakat dari efek yang mungkin merugikan Efek toksik obat-obatan sering terlihat dalam hepar, dikarenakan hepar berperan sentral dalam memetabolisme semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh. Hepar akan mengubah struktur obat yang lipofilik menjadi hidrofilik sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau empedu (Setiawan,dkk,2007). Ekskresi melalui empedu memungkinkan terjadinya penumpukan xenobiotik di hepar sehingga menimbulkan efek hepatotoksik (Donatus IO, 2007)
Untuk melakukan uji toksisitas umumnya menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)merupakan salah satu metode skrining bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat. Metode penelitian ini menggunakan larva udang (Artemia salina Leach.) sebagai bioindikator. Larva udang ini merupakan organism sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwati dan Simanjuntak, 1998).

1.2.   Tujuan
·         Dengan uji toksisitas ini dapat diketahui ketoksikan suatu bahan obat terhadap makhluk hidup.
·         Dapat mengetahui LD50 dan LC50

BAB II
ISI
Toksikologi Umum
Uji toksikologi umum adalah berbagai uji yang dirancang untuk mengevaluasi efek umum suatu senyawa secara keseluruhan pada hewan uji. Uji yang termasuk dalam golongan ini, meliputi:
1.      Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah uji toksisitas terhadap suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan percobaan, yang diamati selama 24 jam atau selama 7-14 hari.
Tujuan uji toksisitas akut yaitu:
·         Menentukan jangkauan dosis letal dan berbagai efek senyawa terhadap berbagai fungsi penting tubuh (seperti gerak; tingkah laku; dan pernafasan) yang dapat dipergunakan sebagai indikator penyebab kematian hewan uji,
·         Menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya
·         Memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan.

Dosis dan jumlah hewan
 Uji LD50 adalah menetapkan dosis yang akan membunuh 50% hewan dan menentukan slope (kemiringan) kurva dosis vs respon.

Pengamatan dan pemeriksaan
Setelah perlakuan zat toksik, hewan harus diperiksa tidak hanya jumlah dan waktu kematian, tetapi jga saraf sentral, saraf otonom, dan pengaruh terhadap tingkah laku (termasuk reaksi awal, intensitas, dan lama reaksinya). Frekuensi pengaruh dosis harus dicatat untuk masing-masing kelompok dosis.
Perhitungan LD50 dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu:
a)      Miller dan Tainter (1945) : Metode statistic
b)      Litchfield dan Wilcoxon (1949) : Normogram
c)      Thomposon-Weil (Biometrics, 1952) : Menggunakan daftar dan jumlah hewan yang sedikit, dengan taraf kebenaran 95%.
Klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif.
Klasifikasi umum sebagai berikut:
No. Kategori LD50 (mg/kg)
1 Sangat tinggi <1
2 Tinggi 1-50
3 Sedang 50-500
4 Sedikit toksik 500-5000
5 Hampir tidak toksik 5000-15000
6 Relatif tidak toksik >15000

2.      Uji Toksisitas Sub-kronik (Jangka Pendek)
Uji ini dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai efek berbahaya yang dapat terjadi jika suatu senyawa digunakan selama waktu tertentu, selama waktu tertentu, serta untuk menunjukkan apakah berbagai efek tersebut berkaitan dengan dosis.
Kegunaan uji toksisitas sub-kronik adalah untuk mengetahui efek samping dan kontraindikasi obat yang diuji. Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan; yaitu 3 bulan untuk tikus, dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Tetapi beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.
Jenis Hewan Uji
Sekurang-kurangnya digunakan dua jenis hewan, hewan pengerat dan bukan hewan pengerat. Biasanya dapat digunakan tikus dan anjing, dari dua jenis kelamin, sehat, dewasa, umur 5 sampai 6 minggu untuk tikus, dan 4-6 bulan untuk anjing.
Jumlah Hewan Uji
Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor hewan pengerat atau empat ekor anjing untuk setiap jenis kelamin. Bila pada percobaan akan dilakukan pengorbanan/pembedahan, maka jumlah hewan uji harus sudah dipertimbangkan sebelumnya.

Dosis Uji
Sekurang-kurangnya digunakan tiga kelompok dosis dan satu kelompok kontrol untuk setiap jenis kelamin. Dosis dan jumlah kelompok dosis harus cukup, hingga dapat diperoleh dosis toksik dan dosis tidak berefek. Dosis toksik harus menyebabkan gejala toksik yang nyata pada beberapa hewan uji dan terjadinya kematian tidak boleh lebih dari 10%, sedang dosis tidak berefek tidak boleh menyebabkan gejala toksik. Sebagai dosis toksik biasanya digunakan 10-20% dari harga LD50, dengan mempertimbangkan hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, tingkat dosis lain ditetapkan dengan faktor perkalian tetap 2 sampai 10.

Cara Pemberian Zat Uji
Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian atau pemaparan yang diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara oral, dapat diberikan dengan cara pencekokan menggunakan sonde atau secara ad libitum di dalam makanan atau minuman hewan. Bila zat uji akan dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah zat uji yang ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah makanan atau minuman yang dikonsumsi setiap hari.

Lama Pemberian Zat Uji
Lama pemberian zat uji selama 28 sampai 90 hari atau 10% dari seluruh  umur hewan, diberikan tujuh hari dalam satu minggu.

3.      Uji Toksisitas Kronik (Jangka Panjang)
Pada dasarnya uji toksisitas kronik sama dengan toksisitas sub-akut. Perbedaannya hanya terletak pada lamanya pemberian dosis dan masa pengamatannya.   Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3–6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7–10 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik. Umumnya satu atau lebih jenis binatang yang digunakan. Kecuali tidak ditunjukkan, tikuslah yang digunakan, anjing dan primata merupakan pilihan berikutnya. Karena ukurannya yang kecil, tikus tidak cocok digunakan dalam studi toksisitas jangka panjang, meskipun mereka sering digunakan dalam studi karsinogenesitas. Jantan dan betina dalam jumlah yang sama digunakan. Umumnya 40-100 tikus ditempatkan dalam kelompok masing-masing dosis dan juga dalam kelompok kontrol. Penggunaan anjing dan primata non manusia jauh lebih sedikit (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2131893-toksikologi-umum/#ixzz1yD5fBdrW)

Metode BST
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) merupakan salah satu metode skrining bahan yang berpotensi sebagai tanaman berkhasiat. Metode penelitian ini menggunakan larva udang (Artemia salina Leach.) sebagai bioindikator. Larva udang ini merupakan organism sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Parwati dan Simanjuntak, 1998).
Telurnya memiliki daya tahan hidup selama beberapa tahun dalam keadaan kering. Telur udang dalam air laut akan menetas menjadi larva (nauplii) dalam waktu 24 – 28 jam (Pujiati et al., 2002). Bila bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa A. salina memiliki korelasi positif terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif. Metoda ini juga banyak digunakan dalam berbagai analisis biosistim seperti analisis terhadap residu pestisida, miko toksin, polusi, senyawa turunan morfin, dan karsinogenik dari phorbol ester (Meyer et al., 1982).

Penetasan Larva Udang
Sebanyak 10 mg telur udang A. salina ditambah 100 mL air laut yang telah disaring. Selanjutnya diberi pencahayaan lampu TL selama 48 jam sampai telur udang A. salina menetas sempurna dan siap diujicobakan.

Uji Toksisitas terhadap Larva A. salina
Masing-masing sampel kemudian dipipet sebanyak 100 μL dan diletakkan dalam
 mikroplate, kemudian ditambah 10  μL air laut yang berisi 10 larva udang pada setiap sampel sehingga volume sampel menjadi setengahnya (1.000 ppm; 500 ppm; 250 ppm; 125 ppm; 62,5 ppm; 31,2 ppm; 15,6 ppm; 7,8 ppm). Jumlah larva udang yang mati dan hidup dihitung setelah 24 jam. Kontrol dikerjakan sama dengan perlakuan sampel, tetapi tanpa penambahan ekstrak. Ekstrak sampel yang sukar larut dapat ditambahkan DMSO 1% satu sampai tiga tetes (Kadarisman, 2000; Sutisna, 2000).


Setiawati A, Suyatna FD, Gan S. Pengantar farmakologi. In: Gunawan SG,
Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. 1-11.

Donatus IO. Toksikologi dasar. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada; 2001. 100-2.
Hyeronimus SB. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. 1st ed. Jakarta: Agro
Media;2006.

Agus D. Khasiat Tanaman Obat Indonesia [Online]. 2008 Aug [cited 2008 Dec
21]; Available from: URL:http://www.depkes.litbang.co.id/

1 komentar:

  1. Best YouTube Channeling: Best & Most Popular Videos
    , YouTube has a lot in common with the rest of youtube to mp3 downloader the world, and a lot of it is just as a niche site and a niche

    BalasHapus